Cari Blog Ini

Intania Putri Maharani

Part VII

"Sisa-sisa dari tenaga yang telah terpacu Aku arahkan untuk melewati sebumbung kegetiran, rindu pastilah tertumpah ruah, entah berapa hati yang sakit tertimpa suatu perkara hidup selalu saja setia menghimpit. kekuatan dan kesabaran terus saja berdalih untuk menantikan ujung dari sebuah kenikmatan yang terjanjikan sebagai hadiah bagi semua orang yang mampu berlayar dalam bahtera hidup masing-masing. jikalah hidup seperti gerimis malam yang dinanti-nantikan pasangan pengantin baru yang menyebutnya sebagai pendatang kemesraan lebih didalam hubungan, tentulah bisa bersandar akan peristiwa syukur didalam bertafakur. Aku harus bersabar dan Aku harus kuat dalam sikap." itulah yang aku tuliskan didalam notebookku, karena berpuluh kali membolak-balikan buku serasa tidak berujung segera habis. Sudahlah yang terpenting hari ini Aku katakan "Selamat siang duniaku, semoga hari ini Intania bisa menjalankan ujiannya." puasaku hari ini terasa lebih menyenangkan dimana harapan didasar doa masihlah berharap menuju pucuk harapan untuk terjabah, dengan kutitipkan Al-fatihah telah tercoba. disela belajar dan menunggu kabarnya lewat telepon tentang bisa atau tidaknya dalam menjawab soal ujiannya.

disamping-samping hembusan nafas penuh asap telah bergandeng bersama angin, tukang kebun dibelakang rumah kembali membakar sisa-sisa dedaunan gugur, tanpa kita tahu akan perjuangan udara membersihkan kembali agar sehat terhirup dan rela bercampur mengorbankan asap kotor menjadi bagian hidupnya, menghadirkan kembali udara segar tanpa meminta pujian serta jaranglah diingat. mungkin disaat itu hanyalah daun itu harus bersih untuk taman dikebun agar selalu indah bersih terjaga. Aku ingin bisa menjadi udara dalam sahabat hari ini, karena Intania telah memberikan kebiasaan yang sangat berarti disaat dia bercerita. membagikan pengalaman hidup indah yang akan terdengar tidak akan pernah ada peran kebosanan dikala aku mendengarkannya. Aku tidak tahu mengapa ini terjadi, karena aku sendiri bukanlah sesosok pendengar yang baik, darinya Aku menemukan fungsi dimana telinga dalam hakikat itu bergerak. dengan sedikit ulasan merombakku dengan tanpa sadar, kebiasaan baik sering aku contoh dari dia. entah dengan jadwal keseharian ibadahnya mau berbagi denganku. Dialah pembawa keabadian manis diatas langit nanti.

Aku memanggil jiwaku agar saling berbagi dengan jasadku saat ini, tidak lain untuk sebilah harapan janji kesetiaan dalam kebaikan, yang mana akan aku gunakan sebagai perisai disaat putus asa datang menyerang mengepung penuh disaat belajarku siang ini. menjauhkan kekhawatiran berlebih menjadikan mati gerak sepasang kaki, juga untuk menyadarkan bahwasannya episode kehidupan pastilah berganti dan semua tidak sama dan tidak akan pernah menjadi sama. Aku gayuhkan lebih kencang untuk bacaanku, sambil menabur do'a agar bisa menjadikan barakah. 2 1/2 jam tidaklah terasa beralihkan pandang saat muadzin memanggil serta menyambut dzuhur dalam nyanyian. Keheningan kota menjadi-jadi bersama panas disiang itu, mengasihi dari setiap suara yang diciptakan berjalan keluar menaiki sebilah keseharian saling terbuka dan tertutup. seperempat jam setelah rutinitas dzuhur itu berlalu. Aku mendapatkan kabar dari Intania, dengan membuka setiap harap agar selalu bisa menjawab seperti apa yang dia usahakan untuk masa depan. cukup gembira dengan kalimat "Insya Allah" menenangkan hari menggunungkan kesemangatan untuk mengejarnya dihari esok. Alhamdulillah telah hadir dalam batin bahwasannya kemampuannya hari ini merupakan anugrah indah untuk setiap serpih perjuangan tersebar. Membayangkan Ia tersenyum sudahlah cukup tanpa bertemu walau tanpa sengaja berpapas dijalan, atau sekedar menemani belanja beberapa sayuran di pasar-pasar. Tuhan, berilah hamba kekuatan untuk bisa memberikan sedikitnya sejuta ruang, untuk bisa menampung semua cerita Intania selama Aku masih bisa mengenalnya.

Bersambung... Insya Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar