Cari Blog Ini

Intania Putri Maharani

Part VII

Hari yang sudah terlewat, menyisakan cerita terjejer diantara beranda-beranda hati yang menghangat lebih. Putih masih saja terjaga dengan putihnya. Suara gesekan biola terlebih sudah menuntunku jauh membawa imajinasi, meningkatkan pikiran untuk lebih menggali apa yang ada dihadapanku, yang harus bertatap wajah tanpa bepaling atau lari untuk menjauh. Berargumentasikan tidak akan berlari seperti pengecut yang takut mati di tengah medan peperangan harga diri. keheningan seperti ini pernah aku temukan disaat berlibur di Indonesia beberapa waktu yang lalu, memandang jauh ketengah danau untuk menghilangkan taring-taring dari sekian kejahatan dan kesalahan hampir mengakar dalam hidup. Danau yang menghijau ditengah-tengah, serta hiaasan warna biru bak ketenangan terpancar didalam kedalamannya yang misterius diantara pepohonan mendamaikan racikan esensial alam menjadi-jadi. Perkara hati seringlah terbelalak mata, membuka setiap rona-rona tajamnya hasrat didalam nafsu menitik tidak terarah membaur bersama menjadi satu. Disaat itulah penyesalan aku utarakan didalam perantaraku dengan Tuhan. tanpa satu pucuk dari dosa aku sembunyikan, dengan cara berbicara ditemani alam menjadi kebiasaan yang sangatlah berarti untuk memperbaiki hidup. Rintihan hati seiring dengan nada-nada angin berhembus mematangkan setiap telisik detik menjadi awal untuk membaikan suasana, kedamaian hati seringlah tersingkir didera ratapan sebuah ingus dari kehidupan yang memekar. Terlebih disaat menantikan kehadiran setiap corak hati bersih untuk memeluk cinta dengan pribadi yang indah ada tersedia untuk bersanding melawan setiap hukuman-hukuman perihnya nyata diatas tanduk agar terselamatkan dan tercurahkan barakah dari setiap jalan yang terlewat tanpa harus menghindar karena takut.

Hati yang menanamkan serta memahamkan ritual tepuk tangan setan sering hadir telak terbahak diatas tawa-tawa kemenangan salah memucuk tinggi, seperti ketukan vonis mati didalam pengadilan hidup. Air mata bisalah menjadikan ganti sementara atas penyesalan sebelum bertindak mengisi, mengantongi setiap jeritan agar tidak tertumpah ruah serta aman terjaga. Banyak hal yang mengatakan kesalahan adalah manusiawi yang wajar, tidak lain hanya membenarkan kesesatan agar terulang mendulang setiap kering agar tidak harus membasah. Hati-hati seperti Intanialah yang mampu berkata dengan ludas dimana itu adalah kesalahan mutlak yang harus dibayar dengan pengorbanan untuk membersihkan diri, menjauh serta mengganti dengan hal bermanfaat dan ada tujuan pasti Lillah. Aku menyimpulkan banyak hal dimana kesucian itu lahir karena setelah menelan mentah-mentah sebuah air suci, air hanyalah sebagai materi penghilang haus meneruskan kehidupan. Lurusnya kehidupan tercipta karena kesadaran diri untuk berbuat menjadi baik tanpa ada sedetik kalimat atau perbuatan menjerumus untuk kedua kali terulang, Allah Tuhan semesta alam pembuka setiap hati disaat gelap, pengampun setiap dosa-dosa yang menggila.

Malam terus termuliakan diatas gelap semakin menengah, buku yang tertumpuk sudah berhasil terbayar lunas tepat itu. Muhasabah sebelum istirahat telah menuntun setiap gerak, menyisakan banyak hal yang harus aku buang menjadikan pribadi yang baik untuk mendapatkan hal yang baik. Mendatangkan kehidupan yang layak sebagai manusia berkhlak, menjadikan itu tanpa hanya ada dalam bisikan semata. kehidupan seperti itulah yang aku temukan saat ini dimana aku lebih bisa mengenal dekat Intania Putri Maharani. sedikit-demi sedikit Dia telah berhasil membungkus dan mengubur dalam setiap hitam datang. Dia menjadikan ku putih, seperti hendak mendaki pegunungan terjal yang serat akan batu terjal tertumpuk mengisi sudut sudut kematian datang mamuncak. Intania akan hadir dengan sambutan tangan terikatkan kain untuk menarikku menjemput keindahan diatas puncak, tanpa tertutup dari setiap senyuman yang diberikan, senyuman yang mampu memecahkan kaca-kaca awan disaat menggelap karena hadirnya mendung. Hadirnya mengusap setiap kerinduan terang atau sebatas angin yang menyapu kabut menjaga setiap hati untuk senantiasa hangat disaat pagi. Harapan demi harapan tercurah tertumpah hebat, nafkah dari sebuah keinginan hati disaat terkufur oleh nikmat. Jeritan hari semakin terhilang mulai sayup menjadi hilang tidak berbekas, Kekuatan dirinya yang terpancar dari keajaiban iman terlukis erat berlari bersama nadinya, mennterjemahkan hari untuk berbuat lebih baik tanpa menjadikan diri terjebak hina. seperti mustika langit didalam arti nama yang terbuat "Maharani" dimana keluasan Tuhan tidak terbatas diatas sana, diatas langit yang terbentuk tujuh terlapis.

Kehidupan sangat mudah untuk tertulis, tapi tidak dalam setiap geraknya itu terpilih, Aku jujur mendalami ketakutan yang sangat akut dimana kediamannya menjadi bahasanya, apalagi dari setiap tetes air mata terlihat yang mana menurutku air matanya adalah hal yang sangat mahal untukku dalam tawar. Menuliskan bahasa diam adalah kematian memucuk di alam hidup, karena adanya Intania menjadi ghaib samar tanpa terlihat kasat oleh mata. Kediaman yang berhasil mengimajinasikan diri menjadi rapuh tanpa adanya suatu bentuk, karena Intania adalah segelas air diatas gurun panas membakar telapak kaki tersesat dalam langkah meraih setiap tujuan iya itulah intania. Terlahir lebih dari sekedar oase bagiku ditengah kerumunan haus membagi dari setiap potongan tubuh yang terlelah. menjaring setiap asa agar terangkut ke atas untuk dibuang. Pengingat waktu seperti adzan membuka suatu waktu untuk berdiri menuanaikan shalat. Aku tidak suka jika kesedihannya terlalu dalam terlarut.

Bersambung Insya Allah...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar