Cari Blog Ini

Karena Aku dan Kamu



Tolong jangan nyalakan lilin sebelum cerita ini berakhir, 
agar tidak selamanya gelap itu bersembunyi.

Tidak ada waktu yang cukup untuk hidup, walau gambar cerita begitu dalam tertampak diatas mata-mata berkaca, beranjak turun dengan kepala tertunduk seperti terpenggal tanpa memperhatikan awan sehabis hujan. Tidaklah salah bertanya tentang senyum yang hilang.

Cerita ini bukanlah seperti garis diatas pasir pantai yang mudah terhapus. karena Aku percaya, dimana semakin dewasa, semakin mengerti walaupun dalam nyata, semakin mendekati mati. 
Susuanan mimpi dinamis tertuntun seperti selembar kain, gagah halnya ksatria penjaga setiap cintanya, ceritanya hanya membuku untukku, dengan tumpukan batu-batu yang terhitung,, berpondasikan tanah yang tidak akan berubah menjadi gelap, tanpa ada keselamatan itu tenggelam. dengan mengharapkan rahmat datang menjangkau jauh melampaui cahaya batas, dari setiap Alfatihah yang Aku titipkan kepadaNya untuknya. Aku tidak peduli apakah dia merasa dari setiap apa yang Aku titipkan kepada Tuhanku untuknya. Entahlah... 7 waktu diatas simpuh selalu Aku sisipkan namanya setelah Aku dan keluargaku.
Wajah hanyalah wajah, pribadi itulah yang akan selalu membuncah, mendekatinya sama halnya menentukan Ibu Kota dalam negara.
Sampailah ditanggal itu....
Atas apa yang dimulai dari tawa ternyata berubah menjadi sakit, tanpa terkurang sedikitpun ketika udara terasa tebal memeluk. Ringkasan hidup yang ada sangatlah sederhana, hanyalah sebuah metafora yang mulai redup dalam ikatan ironi sempurna, seperti peluru yang datang dalam gelap tanpa tau muka sang penembak, yang ada hanya memutarkan tubuh disertai sakit terlanjutkan jatuh.
Keheningan menghitam sorakanpun terdiamkan, "Aku bukanlah manusia tanpa wajah" itulah sisa kalimat terakhir.
(Dia tersenyum sudahlah cukup membuat senang)

Alhamdulillah 'ala jami'il khayah wa ni'mah.